Slider

MGMP NEWS

Agenda Bulanan

Kolom PTK

Kolom Buletin

Pojok Guru

POJOK SISWA

Kolom Opini

Download

KORWIL

Dokumentasi

MGMP EDISIS OKTOBER 2015









Al-Banjari - Sholatun Bissalamil Mubin

Masalah dalam PTK

TEKNIK EKSPLORASI MASALAH PTK

(Pendekatan Praktis)

Banyak pendidik yang kesulitan menentukan tema, masalah dan judul Peneiltian Tindakan Kelas. Berikut ini dipaparkan teknik eksplorasi masalah PTK dari pendekatan praktis. Semoga membantu.

Masalah dalam PTK

Bu Siti sudah mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia di sebuah MTs selama 11 tahun. Beliau termasuk guru yang disukai karena menurut para siswa Bu Siti mengajarnya menyenangkan. Banyak siswa yang sering berkonsultasi maupun curhat kepada Bu Siti.  Ia juga guru yang rajin karena sangat jarang bolos mengajar, dan tidak pernah meninggaklan kelas kalau tidak ada halangan penting. Hanya saja akhir-akhir ini Bu Siti merasa galau. Hasil evaluasi sumatif smester yang lalu di kelas yang ia ajar menunjukkan rendahnya hasil belajar Bahasa Indonesia. Demikian juga pengalaman Ujian Nasional tahun lalu, banyak sekali siswa yang mengulang ujian pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Nilai hasil UN mata pelajaran Bahasa Asing malah lebih baik dari pada nilai Bahasa Indonesia. Itu phenomena yang kontradiktif karena seharusnya nilai mata pelajaran Bahasa Indoneisa Lebih baik.

Karena Bu Siti memiliki keingintahuan yang tinggi beliau terus-menerus mencari jawaban, namun tidak dapat menjawabnya dengan hanya mengira-ngira. Oleh karena itu Bu Siti mencari data, dalam hal apa kelemahan para peserta didik. Ia kemudian menganalisis lembar jawaban hasil evaluasi sumatif kelas tersebut dan melakukan pencacahan pada nomor soal yang mana saja siswa tidak dapat menjawab. Setelah diolah maka teridentifikasi bahwa kebanyak siswa salah menjawab soal-soal yang berkaitan dengan teks. Bu siti berkesimpulan bahwa kelemahan para peserta didik terletak pada penguasaan kompetensi menemukan informasi rinci dari teks.

Bu Siti merenung mengapa ini terjadi, lalu mengunjungi kelas untuk berdialog dengan beberapa peserta didik di kelas tersebut, terutama yang berdasarkan data yang dimiliki masuk kategori kurang  dalam penguasaan kompetensi tersebut. Berdasarkan dialog banyak hal yang ditemukan, namun yang sangat terkait dengan masalah tersebut ternyata para peserta didik minim pengetahuannya mengenai struktur dan sistimatika teks. Pada umumnya teks terdiri dari informasi terkait dengan 5 pertanyaan, yaitu apa, siapa, kapan, dimana, mengapa dan bagaimana. Para peserta didik banyak yang tidak memahami hal itu dan menurut pengalaman Bu Siti memang para peserta didik tidak dilatih untuk menemukan informasi rinci berdasarkan karakter dan struktur teks.

Untuk menyelesaikannya Bu Siti mengajak beberapa teman untuk berdiskusi dan disepakati untuk melakukan Penelitian TIndakan Kelas. Dalam benak Bu Siti sebenarnya sudah terpikir sebelumnya untuk melakukan PTK dan ketika teman-teman mengusulkannya maka Bu Siti bertekad untuk melakukannya.

Bu Siti kemudian mengajak teman sejawat untuk mengadakan pertemuan lanjutan. Dalam pertemuan tersebut disepakati 4 orang kolaborator lalu sepakat untuk melakukan menyusun proposal dengan masalah: Rendahnya kemampuan peserta didik dalam menemukan informasi rinci dari teks.

Dalam kasus di atas tergambar sebuah proses awal dari munculnya rencana melakukan Penelitian Tindakan Kelas. Yang pertama harus muncul ketika akan melakuka  PTK adalah kejelasan masalah. Sebelum masalah dapat ditangkap dengan jelas maka penelitian tidak dapat dimulai. Oleh karena itu masalah merupakan komponen penelitian yang paling penting.

Dalam referensi  masalah sering didefinisikan sebagai sebuah kesenjangan diantara harapan atau keharusan dengan kenyataan. Sugiyono[1] mengartikan masalah sebagai penympangan antara yang seharusnya dengan apa yang benar-benar terjadi, antar teori dengan praktek, antara aturan dengan pelaksanaan, dan antara rencana dengan pelaksanaan. Kalaun seorang pendidik menemukan penyimpangan-penyimpangan pada area tersebut maka maka dipastika terdapat masalah.

Pada kasus Bu Siti  Rendahnya kemampuan peserta didik dalam menemukan informasi rinci dari teks merupakan sebuah masalah. Bu Siti beranggapan bahwa setelah peserta didik belajar membaca demikian lama dan berlatih menemukan informasi dari teks sesuai dengan target dalam kompetensi dasar maka seharusnya pesereta didik menguasai kemampuan menemukan informasi rinci dari teks secar memadai tetapi kenyataannya tidak. Dalam kasus ini terjadi kesenjangan antara apa yang seharsnya terjadi dengan kenyataan dan diangkat sebagai masalah untuk PTK.

Setiap penelitian harus berangkat dari masalah. Oleh karena itu dalam penelitian masalah adalah komponen yang paling utama dan pertama harus dirumuskan. Profesor Sugiyono berpendapat bila dalam penelitian telah dirumuskan masalah dengan jelas dan menggambarkan masalah yang sebenarnya maka peneliti telah menyelesaikan 50% pekerjaan penelitian[2]. Ini masuk akal karena ketika sebuah penelitian akan dilaksanakan namun belum dirumuskan masalahnya dengan jelas maka penelitian tersebut akan kehilangan arah. Semua komponen penelitian mulai dari kajian pustaka, metode penelitian, instrument penelitian, prosedur penelitian, dan teknik pengolahan data berlandaskan kepada rumusan masalah penelitian. Jadi langkah pertama melakukan penelitian adalah mengkaji masalah dan merumuskannya dengan baik.

Dalam penelitian dikenal dengan variabel penelitian. Yang dimaksud dengan variabel adalah besaran yang nilainya berubah-ubah. Dalam sebuah masalah penelitian terdaat variabel. Misalnya pada maslah yang diangkat oleh Bu Siti, variabel yang akan diukur adalah kemampuan menangkap informasi rinci dari teks. Beberapa referensi seperti buku yang ditulis Profesor Rochiyati Wiraatmaja[3], dalam PTK tidak menggunakan istilah variabel melainkan menggunakan istilah fokus masalah.
Sumber Masalah PTK

Menentukan masalah untuk PTK sebenranya tidak sulit karena masalah yang harus diangkat terkait dengan hal-hal praktik sederhana yang akrab dialami setiap hari dalam pembelajaran. Seyogyanya apabila seorang pendidik paham dan peduli terhadap pembelajaran maka tidak akan sulit menemukan  masalah untuk PTK. Selain itu sebenarnya masalah PTK berpangkal hanya pada dua hal saja yaitu proses pembelajaran dan hasil belajar. Jadi ketika mencari masalah untuk diangkat dalam PTK maka dua pertanyaan besar yang harus diajukan yaitu pertma: Apakah proses pembelajaran sudah baik?; dan kedua : Apakah hasil belajar sudah baik? Apabila jawabannya tidak atau belum maka disana terdapat masalah.

Namun demikian dua pangkal masalah tersebut  terlalu besar untuk dijadakan sumber masalah PTK. Oleh karena itu kedua pangkal masalah tersebut harus diurai kedalam sumber-sumber masalah yang spesifik. Salah satu pendekatan untuk mengurai pangkal masalah tersebut adalah dengan melakukan empat kegiatan yaitu mengevaluasi, mengamati, merasakan dan meninjau atau mengkaji proses dan hasil belajar. Pendekatan ini dapat digambarkan dalam peta konsep berikut.

Peta konsep di atas menggambarkan bahwa sumber masalah untuk PTK ternyata sangat banyak. Pertama masalah dapat diperoleh dengan cara melakukan evaluasi. Mengevaluasi berarti membandingkan hasil belajar dengan tujuan pembelajaran. Secara garis besar mengevaluasi hasil belajar dapat dilakuakn dalam bentuk formtif, sumatif dan ujian akhir satuan pendidikan dalam bentuk UN dan UAS/M BAN. Melalui evaluasi formtif dapat diperoleh data apakah KKM KD tercapai,  melalui evaluasi sumatif dapat diperoleh informasi apakah KKM SK tercapai, dan melalui UN dan UAS/M BAN akan diperoleh informasi apakah SKL tercapai. Apabila ketiga kirteria ketuntasan tersebut belum tercapai maka disana ada masalah.

Kedua masalah PTK dapat diketahui melalui pengamatan terhadap proses. Pengamatan dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai karakter dan perilaku siswa seperti motivasi, minat, kedisiplinan, gaya belajar, tingkat ketertarikan terhadap mata pelajaran, kesulitan belajar dan sejenisnya.  Untuk mendeteksi masalah para pendidik juga harus melakukan observasi untuk mengetahui apakah para peserta didik senang dengan penampilan pribadi pendidik. Ada kalanya seorang pendidik harus mengundang  kawan untuk mengamati proses pembelajaran dan meminta pendapat tentang kelebihan dan kekurangannya. Dengan cara itu pendidik akan dapat mengidentifikasi masalah-masalah yang sebenarnya terjadi. Apabila hasil pengamatan diperoleh informasi bahwa kurang bergairanh belajar, mengalami kesulitan belajar, malas, kurang disiplin dan sejenisnya maka dapat dinyatakan bahwa terdapat masalah dalam pembelajaran.

Ketiga masalah PTK dapat diperoleh melalui kegiatan merasakan. Dalam pembelajaran sumber masalah tidak hanya muncul dari hasil pengamatan terhadap siswa dan lingkungan pembelajaran melainkan juga dapat timbul dari aspek psikologis pendidik,  misalnya rasa senang, rasa aman dan rasa nyaman yang dialami pendidik. Aspek ini tentu tidak dapt diabaikan karena  merupakan salah satu factor penentu keberhasilan pembelajaran. Untuk mengetahuinya adalah dengan cara merasakannya. Ketika melakukan pembelajaran maka rasakan apakah pendidik merasa bergairah, dapat menikmati, aman dan nyaman? Kalau tidak, pasti ada masalah.

Keempat, mendeteksi masalah untuk PTK dapat dilakukan dengan cara maninjau proses dan hasil pembelajaran dari berbagai segi misalnya dari segi teori, dari segi kriteria, dari segi standar. Meninjau pembelajaran dari segi teori bisa dilakukan dengan cara membaca referensi atau diskusi lalu bandingkan dengan praktek pembelajaran sehari apakah sudah sesuai dengan teori.  Misalnya dalam pembelajaran Fisika, berdasarkan teori model pembelajaran utama yang harus digunakan adalah model pembelajaran inquiri kemudian bandingkan dengan pembelajaran sehari-hari apakah sudag menerapkan model inquiri sebagai model utama?

Pembelajaran dapat juga ditinjau dari segi SKL yang terdiri dari SKL satuan pendidikan, SKL kelompok mata pelajaran dan SKL mata pelajaran. SKL selain dari gambaran mengenai kompetensi yang harus dikuasai pesera didik juga menggambarkan aspek yang harus dikuasai. Dalam SKL Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI misalnya ada pernyatan bahwa peserta didik harus menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif, dengan bimbingan guru/pendidik. Pertanyaan yang harus diajukan: Apakah pembelajaran sudah mencakup aspek tersebut? Kalau belum maka pembelajaran bermasalah dan harus diperbaiki. Contohlain, misalnya dalam SKL mata pelajaran bahasa,terdapat empat aspek yang harus dikuasai yaitu mendengar,  berbicar, a membaca, dan menulis. Setelah mengkaji maksud dari aspek yang ada dalam SKL, lalu bandingkan apakah pembelajaran sudah mencakup keempat aspek tersebut secara proporsional.

Pembelajaran juga dapat ditinjau dari segi tujuan mata pelajaran. Dalam lampiran Standar Isi setiap mata pelajaran terdapat tujuan mata pelajaran yang berisi aspek-aspek yang harus menjadi target dari pembelajaran. Contohnya dalam Standar Isi mata pelajaran Geografi SMA tercantum tujuan mata pelajaran seperti berikut:

Mata pelajaran Geografi bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
Memahami pola spasial, lingkungan dan kewilayahan serta proses yang berkaitan
Menguasai keterampilan dasar dalam memperoleh data dan informasi, mengkomunikasikan dan menerapkan pengetahuan geografi.

Menampilkan perilaku peduli terhadap lingkungan hidup dan memanfaatkan sumber daya alam secara arif serta memiliki toleransi terhadap keragaman budaya masyarakat.

Pertanyaannya: Apakah pembelajaran geograf yang diselelnggarakan oleh seorang guru sudah mencakup aspek-aspek tersebut? Kalau belum berarti masih ada yang kurang dalam pembelajaran dan kekurangan tersebut dapat menjadi sumber masalah untuk PTK.

Dengan demikian sumber masalah untuk PTK sangat banyak. Yang harus dilakukan oleh para pendidik untuk mengeksplorasi masalah PTK adalah dengan cara tersu menerus mengevaluasi, mengamati, merasakan dan mengkaji atau meninjau pembelajaran.
Kriteria Masalah PTK

Sebelumnya telah dipaparkan berbagai sumber masalah untuk PTK. Ternyata sumber masalah sangatg banyak. Sumber-sumber masalah tersebut dapat melahirkan masalah yang banyak dan juga beragam. Lalu apakah setiap masalah pembelajaran dapat diangkat untuk masalah PTK? Tentu saja tidak karena masalah yang tepat untuk PTK harus memenuhi beberapa kriteria.

Setidaknya ada lima kriteria yang harus dipenuhi agar sebuah masalah dapat diangkat untuk masalah PTK. Kelima kriteria dimaksud adalah sebagai  berikut:
1.       Masalah berasal dari kelas,
2.       Tidak terlalu luas dan terlalu sempit
3.       Dilandasi dengan data otentik
4.       Ditemukan penyebabnya
5.       Ada kemungkinan untuk diselesaikan melalui tindakan di kelas.
6.       Penting (urgen) untuk segera diselesaikan.

Pertama masalah harus berasal dari kelas. Pendidik sering berasumsi bahwa rendahnya hasil belajar banyak disebabkan oleh faktor siswa seperti latar belakang orang tuan, tingkat ekonomi, jarak dari rumah ke sekolah/madrasah dan sejenisnya. Masalah itu nyata di wilayah geografis dan demografis Indonesia dan juga berlandaskan kepada data otentik. Hanya saja masalah seperti ini tidak dapat diangkat menjadi masalah PTK. Alasannya karena masalah tersebut  tidak terkait langsung dengan pembelajaran di kelas dan diluar wilayah pendidik untuk menyelesaikannya.

Misalnya kalau berasumsi rendahnya hasil belajar disebabkan oleh latar belakang pendidikan orang tua, apakah pendidik akan melakukan tindakan dengan cara menyekolahkan orang tua untuk meningkatkan hasil belajar anak mereka? Tentu itu diluar jangkauan pendidik. Jadi masalah untuk PTK jangan terlalu umum, melainkan harus spesifik terkait dengan masalah pembelajaran.

Kedua, masalah tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit.  Pada kasus Bu Siti sebenarnya masalah utamanya adalah rendahnya hasil evaluasi sumatif mata pelajaran Bahasa Indonesia. Tapi masalah tersebut terlalu luas karena akan berhadapan dengan factor yang sangat banyak. Kalau masalah sebesar itu diangkat kedalam PTK maka akan kesulitan mencari tindakan yang tepat. Kalaupun dipaksakan memilih tindakan tertentu maka tindakan yang dipilih akan tidak tepat. Oleh karena itu Bu Siti mencari tahu faktor utamanya dengan cara menganalisis soal apa yang kebanyakan tidak dapt dijawab oleh para peserta didik dan memperoleh fakta bahwa kebanyakn siswa memiliki kelemahan dalam menangkap informasi rinci dari teks. Masalah yang ditemukan sangat spesifik dan untuk menyelesaikannya dapat ditentukan tindakan yang tepat.

Sering juga ditemukan masalah yang terlalu sempit. Misalnya guru mata pelajaran Agama menemukan kesulitan pada siswa kelas tertentu dalam praktek gerakan shalat wajib. Masalah tersebut bagus dan penting, namun karena PTK harus dilakukan minimal dua siklus dan setiap siklus minimal 2 pertemuan maka materi praktek gerakan shalat wajib terlalu panjang apabila diselenggarakan 4 pertemuan. Ketika masalah itu akan diangkat dalam PTK maka harus digabung dengan materi sejenis dari kompetensi dasar lain yang ada dalam smester yang sama. Misalnya digabung dengan praktek shalat sunnah yang berada di Kompetensi Dasar lain.

Apabila demikian maka masalah yang diangkat bukan kesulitan siswa memperagakan gerakan shalat wajib, melainkan kesulitan siswa memperagakan gerakan shalat. Konsekuensinya apabila antara KD shalat wajib dengan KD shalat sunnah tidak berurutan maka pertemuan dan siklus PTK yang akan dilaksanakan tidak akan sambung menyambung melainkan akan loncat-loncat.  Hal itu tidak menjadi masalah dalam pelaksanaan PTK. Atau KD shalat sunnah ditarik agar berdampingan dengan KD shalat wajib. Dalam aturan pembelajaran teknik tersebut juda diperbolehkan.

Ketiga, masalah harus dilandasi dengan data otentik. Masalah yang akan diteliti harus benar-benar terjadi dalam kelas yang akan menjadi lokus PTK dan harus didukung oleh data otentik. Yang dimaksud dengan data otentik adalah fakta berbentuk angka, foto atau penjelasan mengenai masalah yang diangkat. Pada kasus Bu Siti, beliau melakukan analisis terhadap skor hasil evaluasi sumatif, mengolahnya dan mendapatkan kecenderungan-kecenderungan berbentukmangka-angka seprti rata-rata, persentase, standar deviasi dan sebagainya. Data-data itulah yang dimaksud dengan data otentik.

Data otentik tersbut berfungsi untuk meyakinkan bahwa masalah yang diangkat memang terjadi dalam pembelajaran. Jangan sampai peneltian dilakukan untuk menjawab masalah yang salah. Diumpamakan seorang dokter mau member tindakan penyembuhan kepada seorang pasien maka dokter melakukan diagnosis terlebih dahulu. Melalui diagnosis dokter mendapatkan data otentik mengenai penyakit yang didertia pasien dan berdasarkan data itulah dokter melakukan tindakan penyembuhan dan memberi resep obat.

Dalam PTK dikenal dengan Penelitian Pra-PTK, atau yang sering disebut dengan reconnaissance. Penelitian Pra-PTK merupakan langkah awal yang berfungsi diantaranya untuk menguji kelayakan masalah. Dalam langkah ini peneliti melakukan pengukuran, pengamatan atau pengkajian terhadap masalah yang akan diteliti. Salah satu hal yang dihasilkan dari langkah ini adalah data otentik mengenai masalah. Misalnya kalau pendidik ingin mengangkat masalah rendahnya motivasi maka harus memiliki dari langkah Pra-PTK akan diperoleh data mengenai angka yang menunjukkan tingkat motivasi para peserta didik berdasarkan hasil pengukuran menggunakan skala motivasi belajar.

Keempat harus terdeteksi penyebabnya. Selain memiliki fakta yang pasti masalah yang akan diangkat harus diketahui penyebabnya. Apabila tidak maka peneliti akan kesulitan dalam menentukan tindakan. Penyebab masalah dapat diketahui dengan cara membaca referensi, merefleksi, mengamati, dan/atau berdiskusi dengan teman sejawat atau tenaga ahli mengenai praktek pembelajaran yang selama ini dilakukan. Setelah mendapatkan banyak data maka dapat mengajukan asumsi berdasarkan data yang diperoleh.

Keempat  masalah harus dapat diselesaikan melalui tindakan di kelas. Artinya masalah yang diangkat harus dapat diselesaikan melalui tindakan yang menjadi kapasitas pendidik. Banyak masalah kelas yang sangat penting untuk diselesaikan namun tidak dalam kapasitas pendidika untuk menyelesaikannya. Misalnya kelas terletak di pinggir jalan raya sehingga bising dan sangat mengganggu proses pembalajaran. Ini masalah ril kelas dan sangat penting untuk segera diselesaikan karena mengganggu konsentrasi belajar, namun masalah ini tidak dapat diangkat menjadi masalah untuk PTK karena solusinya tidak dalam kapasitas pendidik melainkan masalah yang harus diselesaikan oleh tingkat satuan pendidikan, misalnya membangun benteng yang tinggi sehingga dapat memantulkan suara bising kendaraan.

Kelima, masalah harus memiliki urgensi (tingkat kepentingan yang tinggi). Maksudnya, masalah yang diangkat untuk PTK berdasarkan skala prioritas harus terletak di urutan pertama untuk segera diselesaikan. Apabila dalam kelas ditemukan beberapa masalah pembelajaran maka yang harus harus diangkat menjadi masalah PTK adalah adalah yang lebih mendesak. Pada kasus Bu Siti apabila ada masalah lain yang lebih utama misalnya ternyata banyak siswa yang kecepatan membaca masih rendah maka harus diutamakan adalah penyelesain masalah kecepatan membaca terlebih dahulu dari pada kemampuan menangkap informasi rinci dari teks. Apalagi apabila yang ditemukan malah rendahnya kemampuan membaca, maka yang harus didahulukan adalah melakukan tindakan untuk meningkatkan kemampuan membaca.

Kelima kriteria tersebut tentu saja bersifat relative tergantung kerpada siapa yang menganalisis. Namun demikian seyogyanya diperhatikan dan menjadi salah satu pendekatan untuk menguji kelayakan masalah yang akan diangkat menjadi masalah PTK. Apabila kajian ini tidak dilakukan maka kemungkinan besar akan menemui kendala baik kendala konseptual maupun kendala teknis dalam pelaksanaannya. Kendala-kendala tersebut akan berpengaruh terhadap validitas ilmiah sebuah PTK.

Tema dan Fokus masalah PTK

Seperti dipaparkan sebelumnya bahwa masalah yang akan diangkat untuk PTK harus memiliki setidaknya 5 kriteria. Untuk meyakinkan bahwa masalah yang akan diangkat memenuhi kelima kriteria tersebut maka harus dilakukan kajian masalah. Tentu banyak teknik yang dapat dilakukan untuk mengkaji masalah. Dalam buku ini digunakan teknik kaji masalah melalui  kaji dua langkah. Langkah pertama dalah menentukan fokus masalah dan langkah kedua merumuskan masalah.

Langkah pertam adalah menetapkan tema dan fokus masalah.  Seperti telah dipaparkan sebelumnya masalah untuk PTK dapat diperoleh dengan cara mengevaluasi, mengamati, meninjau atau merasakan. Hasil kajian tersebut akan menghasilkan tema dan fokus masalah.

Tema adalah unsur atau aspek pemberalajaran yang akan dteliti. Tema dapat diambil dari SKL atau tujuan pembelajaran. Adapun fokus masalah adalah bagian spesifik dari tema yang mengandung masalah. Dalam kasus Bu Siti, tema masalahnya adalah kemempuan membaca, diambil dari SKL mata pelajaran Bahasa Indonesia. Sedangkan fokus masalahnya adalah rendahnya kemampuan menangkap informasi rinci dari teks. Penetapan tema dan fokus masalah yang dilakukan oleh Ibu Siti merupakan gabungan dari kegiatan mengkaji hasil evaluasi dan meninjau dari segi SKL mata pelajaran.
Langkah menetapkan tema dan fokus masalah penting dilakukan oleh peneliti dengan tujuan agar peneliti memahami benar substansi masalah penelitian.  Dengan menetapkan tema dan fokus masalah berarti peneliti telah memantapkan diri untuk melakukan peneltian dalam bidang tersebut.
Langkah kedua adalah mengkaji kelayakan fokus masalah untuk menjawab apakah fokus masalah sudah memenuhi lima kriteria yang telah dipaparkan di atas. Pengkajian kelayakan masalah dapat dilakukan dengan langkah seperti pada skema berikut.
Dalam skema terlihat bahwa fokus  masalah diuji dengan lima kriteria. Apabila fokus masalah tidak memenuhi salah satu dari kelima kriteria tersebut maka harus dieliminasi dan kembali untuk dikaji ulang di langkah pertama.

Penjelasan mengenai setiap kriteria sudah dipaparkan sebelumnya. Yang harus ditegaskan mengenai langkah mengkaji fokusmasalah pada skema disampaing adalah bahwa ketika jawaban dari pertanyaan setiap langkah adalah ya, maka kajian lanjutkan ke kriteria berikutnya. Tetapi apabila jawaban dari pertanyan adalah tidak maka kajian jangan dilanjutkan. Lebih baik kembali ke kajian langkah pertama yaitu melakukan salah satu atau beberapa kegiatan menevaluasi,  mengamati, meninjau dan/atau merasakan. Misalnya untuk menguji apakah focus masalah memiliki data otentik, ketika data otentik tidak ada maka peneliti harus kembali melakukan penelitian Pra-PTK (reconnaissance) sehingga memperoleh data yang dibutuhkan. Sebelum memperoleh data otentik maka kajian jangan dulu diteruskan.
Menentukan tindakan

Ketika focus masalah telah memenuhi lima kriteria maka saatnya menentukan tindakan atau perlakuan. Yang dimaksud dengan tindakan adalah terapi yang akan dilakukan oleh peneltiti dalam melakukan PTK. Dalam contoh kedekteran misalnya penderita struk diterapi dengan akupunctur sampai struknya sembuh. Dalam kasus Ibu Siti dengan masalah rendahnya kemampuan menangkap informasi rinci dari teks, tindakan apa yang secara ilmiah dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan tersebut?

Alternatif tindakan akan sangat beragam namun peneliti harus memilih salah satu yang paling tepat. Oleh karena itu tindakan yang dipilih harus memiliki syarat tertentu. Syarat pertama, tindakan harus terkait dengan penyebab masalah. Ini syarat substansial yang harus dipenuhi. Seorang dokter apabila memberikan resep obat maka harus mempertimbangkan apa penyebab dari penyakit yang diderita pasien. Kalau tidak maka dokter akan memberi obat yang salah dan akibatnya bisa fatal. Demikian juga dalam PTK, tindakan yang berfungsi sebagai obat untuk menyelesaikan masalah harus dipilih dengan pertimbangan penyebab dari masalah.  Itu sebabnya salah satu criteria masalah untuk PTK adalah ditemukan sebab-sebabnya dan dalam langkah ini penjelasan mengenai sebab-sebab msalah dimanfaatkan. Misalnya pada kasus Ibu Siti jika penyebab rendahnya kemampuan yang ditemukan adalah tidak tepatnya metode pembelajaran yang digunakan maka tindakan yang dipilih adalah menerapkan metode tertentu. Akan tidak tepat kalau Ibu Siti memilih tindakan penerapan media pembelajaran.

Kedua, tindakan yang dipilih harus ilmiah. Yang dimaksud dengan ilmiah adalah berdasarkan kajian teor. Kalaupun tindakan berupa sebuah inovasi yang belum ada dalam referensi maka harus diungkapkan landasan dari inovasi tersebut. Ketiga tindakan sebaiknya yang belum pernah dilakukan sebelumnya dalam praktek pemelajaran sehari-hari. Mungkin tindakan yang dipilih merupakan sebuah inovasi atau penerapan dari teori yang up todate, misalnya sebuah model pembelajaran yang dikembangkan dari teori Multiple Intellegence yang selama ini belum banyak dilakukan. Terakhir tentu saja tindakan harus sesuai dengan kemampuan, baik dari segi pendidik, sarana dan biaya. Ketika peneliti memilih tindakan yang inovatif dan bagus namun apa maknanya apabila kompetensi, sarana atau biaya tidak memungkinkan.

Berdasarkan pertimbangan terhadap syarat-syarat di atas maka langkah yang harus dilakukan peneliti dalam menentukan tindakan untuk PTK adalah menelaah sebab-sebab terjadinya masalah kemudian mencari referensi terkait dengan penyebab masalah tersebut. Ketika melakukan telaah sebab akan ditemukan lebih dari satu sebab, penelitiharus menilai mana yang menjadi sebab utama. Demikian juga ketika mengkaji referensi akan ditemukan lebih dari satu tindakan yang mungkin dilakukan dan peneliti harus memilih satu tindakan yang paling tepat dan mungkin dilakukan.

Contoh pada kasus Ibu Siti, berdasarkan kaji masalah maka dirumuskan tema dan masalah berikut:
Tema                     : Kemampuan membaca.
Masalah               : Rendahnya kemampuan peserta didik dalam menemukan informasi rinci dari teks.

Tindakan apa yang tepat untuk meningkatkan kemampuan menemukan informasi rinci dari teks? Langkah pertama untuk menjawabnya adalah mengkaji sebab dari masalah tersebut.  Dalam kausus ini penyebab masalah sebagai berikut: Pada umumnya teks terdiri dari informasi terkait dengan 5 pertanyaan, yaitu apa, siapa, kapan, dimana, mengapa dan bagaimana. Para peserta didik banyak yang tidak memahami hal itu dan menurut pengalaman Bu Siti memang para peserta didik tidak dilatih untuk menemukan informasi rinci berdasarkan karakter dan struktur teks tersebut.

Langkah berikutnya adalah mengkaji referensi. Dalam langkah ini peneliti harus membaca referensi terkait dengan tema dan focus masalah. Fungsi utama dari kaji referensi adalah memahami seluk beluk masalah, dan kedua merupakan upaya untuk mencari alternatif  tindakan. Yang harus didahulukan adalah memahami lebih dahulu anatomi masalahnya, baru kemudian memilih alternative tindakan.  Urutan tersebut harus dilakukan karena alternative tindakan akan sulit ditemukan sebelum peneliti memahami benar masalahnya.

Bisa jadi tindakan yang dipilih oleh peneliti adalah sebuah inovasi. Pilihan ini sangat baik dan itu sebenarnya yang diharapkan melalui sebuah PTK, yaitu menemukan teknik pembelajaran baru. Namun demikian tentu tidak ada sebuah inovasi yang tidak didasari oleh teori sebelumnya. Artinya inovasi harus didahului oleh penguasaan teori-teori sebelumnya yang ada dalam referensi.
Dalam kasus Bu Siti, setelah menelaah referensi dan diskusi dengan teman sejawat ditemukan sebuah inovasi metode untuk melatih para peserta didik terampil menemukan informasi rinci dari teks. Bu Siti dan kolega menyebutnya metode 5W + 1H. Dalam pelaksanaan PTK Bu Siti akan melatih siswa agar terampil menemukan informasi rinci dengan menerapkan pola pertanyaan what-who-when-where-why dan how. Kepada peserta didik akan dosodorkan teks kemudian mereka akan mencari informasi untuk menjawab keenam pertanyaan tersebut. Latihan ini akan dilakukan bersiklus sehingga kelihatan peningkatannya.

Pada kasus Bu Siti maka tema, masalah dan tindakan dapat ditulis sebagai berikut:
Tema                     : Kemampuan membaca.
Masalah               : Rendahnya kemampuan peserta didik dalam menemukan informasi rinci dari teks.
Tindakan              : Penerapan metode pertanyaan berpola 5W + 1 H
Merumuskan Judul PTK

Judul PTK sudah dapat dirumuskan ketika masalah dan tindakaknnya sudah jelas. Kalimat judul harus memuat tiga unsur yaitu masalah yang kana dipecahkan (what),  subjek peneitian (who) dan bagaimana cara memecahkan masalah (how). Susunan kalimat judul bisa berpola what + how + who. Misalnya pada PTK yang akan dilakukan Bu Siti, kalimat judul dapat dirumuskan sebagai berikut.
Meningkatkan kemampuan menemukan informasi rinci dari teks melalui penerapan metode pertanyaan  berpola 5W + 1H di Kelas IX MTs An-Nur Malangbong Garut tahun 2012.
Kalimat judul tersebut bisa juga ditulis dengan pola how + what + who. Dengan menggunakan pola tersebut kalimat judul akan berbunyi sebagai berikut:

Penerepan metode pertanyaan  berpola 5W + 1H untuk meningkatkan kemampuan menemukan informasi rinci dari teks di Kelas IX MTs An-Nur Malangbong Garut tahun 2012.

[1] Sugiyono. Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: penerbit Alfabeta.  (2010). P. 32.
[2] Idem.

[3] Rochiyati Wiraatmaja. Metode penelitian Tindakan Kelas untuk meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen. Bandung, T Remaja Rosdakarya. (2008). P.79.

The Story of Gunung Pinang, Located in West Serang (Kramatwatu)

The Legend of Gunung Pinang


Once upon a time, in Banten seashore, lived an old widow and her son named Dampu Awang. They were very poor. Dampu Awang always wanted to go to Malaka and wished to be a rich man, so he and his mother could live happily ever after, but his mother never allowed him to go.

“Dampu…,” a voice called Dampu Awang’s name. “I feel worried with your condition now, you’re just dreaming to be rich. So, if you want to go…it’s okay, dear.”

“Really? Thank you, mom… thank you very much.” Dampu Awang  was very happy to hear that, then he went to Malaka accompanied by  a parrot named si Ketut.

Every day, before the sun was rising, Dampu Awang worked very hard cleaning all of the docks on Teuku Abu Matsyah’s ship, a merchant from Malaka. As time went by, Dampu Awang was known as a very diligent ship crew until one day, Teuku Abu Matsyah called him to talk together.

“Dampu, as we know, you’ve been working with me for five years…I’m very proud of you. You are very diligent and also a hard worker.” Said Teuku Abu Matsyah.

“Thank, you, sir.” Said Dampu Awang.

“And…I want you to marry my beloved daughter, Siti Nurhasanah. Will you marry her?”

Dampu Awang was very surprised to hear that. “But, sir…I’m just an ordinary ship crew…Do I deserve her?”

“Don’t worry…, I know the best for my daughter.”

The days went by, and Dampu Awang had left his village for ten years.

One day a news that a merchant from Malaka would come to Banten arose. Dampu Awang’s mother felt very happy when she heard the news.

“I wish that is my son, Dampu Awang. Son…finally your dreams come true. Thank God…Thank you very much.”

The next day, the merchant’s ship was sighted entering the harbour. Meanwhile, inside the ship, Dampu Awang felt very worried that he would meet his mother. He was a rich merchant now.
Many people streamed to the harbour to see the merchant. He was very handsome, and on his shoulder… there was a parrot that seemed very strong and healthy.

“Dampu Awang…son…here…your mother is right here!” Called Dampu Awang’s mother.

“What a poor and messy woman. Is she your mother, honey?” asked Dampu Awang’s wife.

Dampu Awang felt very ashamed so he didn’t confess that the old woman  was his mother.

“No! She is not my mother! My parents were very rich and they had already died!” He denied,. “Hey you, crazy woman! I’ve never had a mother like you! Poor and dirty old woman!”

His mother was very sad and her heart was broken. She was very disappointed. Then she prayed to God. “God… if he is not my son, let him go. But if he is my son, punish him…because he has made his mother sad.”

The day turned dark. Thunder and storm appeared. Dampu Awang’s ship drifted on the sea. And the miracle came. Si Ketut could talk!

“Confess your mother, Dampu Awang…, confess your mother.”

“No! She is not my mother! My mother had died!”


Then twister came and threw Dampu Awang’s ship away far to the South. His ship capsized and became a mountain. Now people called it Gunung Pinang. It’s located in Kramat Watu, Banten province.

Kegiatan ToT MGMP Bahasa Inggris, 25/2/15










Komponen, Sistimatika dan Komposisi Laporan PTK

Setelah PTK dilaksanakan hingga peneliti sudah memiliki data memadai, pekerjaan selanjutnya adalah menulis laporan. Yang pertama harus dipahami adalah bahwa menulis laporan merupakan bagian dari penelitian. Artinya penelitian belum selesai apabila belum ditulis laporannya. Menulis laporan penelitian berarti menyatukan seluruh komponen penelitian secara sistimatik dan ilmiah sehingga hasil penelitian dapat tersaji dan terpahami secara utuh. Oleh karena itu apabila hasil penelitian tidak disusun dalam bentuk laporan maka hanya akan berbentuk data-data yang tidak memiliki makna.

Ketika PTK selesai dilaksanakan sesungguhnya baru selesai sampai langkah pengumpulan data. Langkah penyajian dan pengolahan data serta merumuskan kesimpulan dilakukan selajutnya dan diakhiri dengan penulisan laporan. Bahkan banyak yang melakukan langkah penyajian data, pengolahan data dan perumusan kesimpulan dilakukan berbarengan dengan penyusunan laporan.

Berdasarkan pengalaman teknik ini banyak kelebihannya. Diantaranya pertama dapat menghemat waktu karena melakukan dua langkah sekaligus. Kedua dapat terhindar dari kehilangan data. Ketika melakukan pengolahan data tidak langsung disusun dalam bentuk laporan maka dapat tercecer sehingga susah dicari atau bahkan hilang.

Laporan PTK merupakan sebuah karya tulis ilmiah hasil penelitian. Oleh karena itu laporan PTK harus memenuhi kriteria ilmiah. Yang dimaksud ilmiah adalah adalah logis, teroretis, sistimatis, simpel dan dapat dipahami . Logis berarti pernyataan-pernyataan dalam laporan dilandasi fakta dan argument sehingga dapat dipahami akal sehat atau common sense. Teoretsi artinya berdasarkan kepada teori atau model tertentu. Misalnya, siklus PTK yang  akan digunakan model Kemis atau  Eliot. Tindakan yang akan dilakukan juga harus berdasarkan teori tertentu. Misalnya menggunakan metode Round Robin maka dipaparkan teorinya. Kapaupun tindakan merupakan sebuah inovasi maka harus dipaparkan juga kajian teori yang melandasinya.

Sistematis artinya pembahasannya urut dimulai dari masalah, teori, metodologi, data hasil penelitian, pengolahan data, pembahasan dan kesimpulan.  Selain itu komposisi setiap komponen harus proporsional. Dalam sebuah karya ilmiah proporsi yang paling besar harusnya pada hasil penelitian. Simpel berarti memuat yang penting-penting saja, tidak bertele-tele dan tidak terlalu banyak. Laporan penelitian PTK sebaiknya berkisar antara 45 sampai 60 halaman kertas A4.

Sistimatika dan komponen laporan PTK sangat beragam namun secara umum terdiri dari komponen dan sistimatika yang relatif sama. Berikut ini komponen dan sistimatika Laporan PTK yang diusulkan oleh para penilai laporan PTK diantaranya Profesor Supardi dan Profesor Suharjono.

1. Halaman judul
2. Halaman pengesahan
3. Abstrak
4. Kata pengantar
5. Daftar isi
6. Daftar gambar
7. Daftar lampiran

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang MAsalah
RUmusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA
Uraian teori mengenai variabel yang akan ditingkatkan
 Uraian teori mengenai vatriabel tindakan
Kerangka berpikir
Hipotesis tindakan

 BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Seting Penelitian
Prosedur Siklus Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
Indikator Keberhasilan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Umum
Pelaksanaan Penelitian
Hasil Penelitian
Pembahasan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

BAGIAN PENUNJANG
Daftar Pustaka
Lampiran
Rencana Pembelajaran
 Instrument penetlitian

 Contoh hasil kerja siswa (contoh LKS yang sudah diisi, contoh jawaban siswa, contoh catatan hasil wawancara dan sejenisnya) Foto kegiatan Daftar hadir setiap pertemuan Pernyataan kepala sekolah/madrasah bahwa laporan telah diseminarkan disertai dengan pernyataan perbaikan hasil seminar.

Harus menjadi catatan mengenai komposisi dari laporan PTK. Laporan yang berkisar antara 45 sampai 60 halaman adalah bagian isi dimulai pendahuluan sampai saran. Komponen lainnya tidak terhitung kedalam jumlah halaman tersebut. Selain itu isi laporan yang jumlahnya paling banyak harus di bagian BAB IV yaitu hasil penelitian dan pembahasan. Bagian ini harus  menduduki sekitar 60% sampai 70 % dari isi laporan sedangkan bagian lainnya yang terdiri dari bab 1, bab 2, bab 3 dan bab 5 menduduki sekitar 30 sampai 40%.

Profesor menggambarkan proporsi dan komposisi laporan PTK dengan skema berbentuk orang gemuk. Dalam skema terlihat bahwa komposisi Bab I yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian hanya digambarkan sebagai bagian atas dari kepala; Bab II digambarkan sebagai kepala bagian bawah dan Bab III digambarkan sebagai leher. Bagian terbesar dari laporan digambarkan sebagai perut sedangkan Bab IV yaitu kesimpulan dan saran digambarkan sebagai kaki.

Skema tersebut tidak sekedar menjelaskan komposisi tetapi menjelaskan bobot dari sebuah laporan PTK. Bobot terbesar terletak pada hasil penelitian yang terdiri dari deskripsi data, pengolahan data dan pembahasan. Bagian ini harus memiliki komposisi paling besar karena merupakan bagian dari penjelasan mengenai hasil penelitian. Dalam bagian ini peneliti menuliskan semua data yang berhasil dikumpulkan kemudian menglah dan menampilkannya dalam bentuk sederhana sehingga mudah dipahami.

Hasil pengolahan data kemudian diinterpretasi sehingga menghasilkan kecenderungan yang mengarah kepada jawaban yang diajukan dalam perumusan masalah. Dalam penilaian sebuah karya tulis ilmiah bagian ini akan dimaknai sebagai kemampuan penelitia dalam hal menampilkan data, mengolah data dan pembahasan menggambarkan keluasan wawasan penelitia mengenai masalah yang ditelitinya.

Dalam skema juga digambarkan bahwa bagian kesimpulan lebih besar bobotnya dari pada Bab I, II dan III.  Ini menunjukkan kebermaknaan dari bagian ini. Kalaupun orang tidak membaca keseluruhan dari laporan penelitian tapi membaca kesimpulan maka akan memperoleh gambaran dari penelitian. Demikian juga bagian saran, merupakan komponen yang penting dan bobotnya relative besar karena bagian ini terkait dengan konteks kemanfaatan dari hasil penelitian.

Rata-rata komposisis tiap komponen berdasarkan jumlahnya dapat digambarkan dalam tabel berikut. Tentu saja angka dalam tabel tidak mutlak namun setidaknya dapat menjadi panduan dalam menuliskan laporan.


MODEL PEMBELAJARAN INQUIRI



Definisi
Salah satu model pembelajaran yang menjadi andalan dalam pembelajaran sain adalah inquri. Pembelajaran berbasis inquiri (inquiry-base instruction) adalah pembelajaran yang menggunakan langkah-langkah ilmiah sebagai skenario pembelajaran. Dalam model pembelajaran ini menguasai konsep pengetahuan melalui upaya menjawab pertanyaan melalui. Upaya dilakukan melalui proses eksplorasi, pengolahan data dan menyusun kesimpulan.
Inquiri (Inquiry) didefinisikan sebagai sebuah pencarian kebenaran, informasi/ pengetahuan, atau pencarian informasi dengan cara mempertanyakan dan melakukan upaya menjawab pertanyaan  dimaksud. Alfred Novak (Haury, 1993) mendefinikan bahwa  inquiry merupakan usaha manusia untuk menjelaskan secara rasional fenomena-fenomena yang memancing rasa ingin tahu. Dengan kata lain, inquiry berkaitan dengan aktivitas dan keterampilan aktif pencarian pengetahuan untuk memuaskan rasa ingin tahu (Haury, 1993).
Pada dasarnya  iquiri adalah perilaku yang melekat erat pada sifat manusia. Setiap orang melakukan proses inquiri sejak ia lahir sampai meninggal. Hal itu sangat nyata meskipun tidak menyadarinya. Seorang bayi misalnya, melakukan inquiri ketika mengenali wajah yang mendekat, memegang objek, meletakkan benda di mulut, dan menoleh kea rah suara. Demikian juga  pada anak-anak. Dalam benak mereka selalu timbul pertanyaan dan diikuti oleh upaya untuk menjawabnya. Ketika seorang anak umur 4 tahun melihat sebuah mainan maka ia ingin sekali mengetahui seperti apa mainan tersebut dan selalu ingin membongkarnya sebagai upaya mengetahuinya. Tidak heran kalau pada usia tersbut mainan jarang awet. Seiring meningkatnya usia anak, semakin banyak pula pertanyaan mengenai fenomena yang ditemui dalam keseharian. Sayangnya ketika anak tumbuh lebih besar upaya untuk menjawab pertanyaan terhambat dengan kekhawatiran dan keterbatasan. Ketika seorang siswa usia 12 tahun ingin tahu mengapa telivisi dapat menayangkan gambar hidup, mereka terbentur oleh keterbatasan kemampuan dan sarana untuk mengetahuimnya. Ketika hal ini sering terjadi maka kemampuan melakukan inquiri pada anak-anak kurang berkembang hingga dewasa. Dengan alas an itulah maka inquiri harus dijadikan model utama khususnya dalam pemblajaran sain.
Melalui model inquiri siswa dilatih untuk menerapkan proses ilmiah. Mereka harus mengambil kesimpulan sendiri berdasarkan hasil olah data yang diperolehnya. Dalam model ini siswa dilatih untuk memahami sesuatu secara mendalam dengan cara menemukannya sendiri. Dengn menemukan sendiri siswa tidak sekedar belajar untuk mengingat melainkan memahaminya. 
Menurut National Science Education Standards (Sebuah Standar Pendidikan Sain di Amerika) inquiry instruction adalah sebuah pembelajaran yang melibatkan siswa dalam sebuah kegiatan mempertanyakan, analisis data, dan berpikir kritis. Dalam sebuah dokumen disubutkan:  "Students at all grade levels and in every domain of science should have the opportunity to use scientific inquiry and develop the ability to think and act in ways associated with inquiry, including asking questions, planning and conducting investigations, using appropriate tools and techniques to gather data, thinking critically and logically about relationships between evidence and explanations, constructing and analyzing alternative explanations, and communicating scientific arguments" (NRC 1996, p. 105). Dalam dokumen tersebut ditegaskan bahwa dalam pembelajaran inquiri siswa semua tingkatan mendapatkan kesempatan untuk berlatih penelitian untuk mengembangkan kemempauan berpikir dan berperilaku ilmiah termasuk didalamnya mengajukan pertanyaan, merencanakan dan melakukan penelitian, menggunakan alat dan teknik pengumpul data, berpikir kritis, berpikir logis mengenai hubungan antar bukti dan penejelasan, membangun dan menganalisis penjelasan serta mengkomunikasikan argumen secara ilmiah.
Model pembelajaran Inquiri merupakan sebuah kegiatan belajar dimana siswa menjawab pertanyaan penelitian melalui metode ilmiah. Kegiatan inquiri yang paling otentik adalah ketika isiswa menjawab pertanyaan yang diajukan sendiri melalui analisis data yang dikumpulkannya sendiri secara independent. Meskipun begitu masih tergolong inquiri ketika kegiatan berbentuk menjawab pertanyaan dan mengloha data yang telah tersedia, sepanjang siswa tetap melakukan analisis dan merumuskan kesimpulan secara mandiri. Jadi cirri utama pembelajaran inquiri adalah pada kegiatan analisis data yang diperoleh melalui kegiatan esplorasi.


         Ciri model pembelajaran inquiri
Model inquiri mengarah ke pembelajaran yang menggunakan materi ajar sebagai sebuah kendaraan untuk membangun kemampuan ilmiah. Model inquiri bersifat student centered dan guru bertindak sebagai fasilitator belajar. Model ini menekankan kepada how we come to know (bagaimana cara mengetahuinya); bukan kepada what we know (apa yang harus diketahui). Dalam model ini siswa terlibat dalam mengkonstruksi pengetahuan melalui keterlibatan dalam belajar.
Randy L. Bell, Lara Smetana dan Ian Binns (Haury, 1993), menegaskan bahwa pertanyaan  petama yang harus diajukan untuk menentukan bahwa sebuah pembelajaran dapat digolongkan inquiri atau tidak adalah: Apakah siswa menjawab pertanyaan penelitian melalui proses analisis data? Kalau jawabannya “ya” berarti kegiatan dapat digolongkan pembelajaran berbasis inquiri. Kalau tidak maka belum dapat digolongkan pembelajaran berbasis inquiri. Pembelajaran dalam bentuk kegiatan penelitian yang hanya berbentuk kajian pustaka atau brosing informasi melalui internet belum dapat dikatakan pembelajaran berbasisi inquiri. Dalam pembelajaran tersebut siswa hanya mengumpulkan informasi namun tidak melakukan analisis data untuk menjawab pertanyaan yang diajukan.
Perbedaan penting antara model pembelajaran inquiri dengan yang lainnya antara lain, pada model pembelajaran lain lebih cenderung kepada learning about things (belajar tentang sesutu); sedangkan pada model pembelajaran inquiri pembelajaran cenderung kearah learning things (mempelajari sesutu). Cara lain untuk membedakan keduanya adalah melalui kalimat thinking what (berpikir apa)  sebagai kebalikan dari thinking how (berpikir bagaimana). Pembelajaran Inkuiri cenderung pada thinking how.
Beberapa ciri dari model pembelajaran inquiri dapat dilihat dalam rincian berikut:
a.  Siswa berpandangan bahwa dirinya sebagai pemelajar . Mereka menampakkan sikap semangat, berupaya untuk bekerja sama baik dengan guru maupun dengan teman, lebih percaya diri dalam belajar, menampakkan kehendak untuk memperbaharui ide dan berani mengambil risiko dan selalu skeptis.
b.  Siswa selalu menerima inovasi dalam belajar dan memiliki keinginan untuk selalu terlibat dalam proses esplorasi. Siswa selalu bergerak, menggunakan bahan dan materi yang tersedia, selalu berdialog dengan orang lain, serta selalu mencoba ide berbeda.
c.   Siswa mengajukan pertanyaan, mengusulkan penjelasan dan menggunakan teknik pengamatan kritis untuk mengumpulkan fakta, menyambungkan ide satu dengan lainnya.
d.  Siswa merancang rencana dan melaksanakan kegiatan belajar. Mereka merancang prosedur untuk menguji ide dengan cara menggunakan bahan-bahan, mengobservasi, mengumpulkan data, mengolah data, memutuskan mana yang penting dan mana yang tidak, melihat persamaan dan perbedaan dan menyusun kesimpulan.
e.  Siswa berkomunikasi menggunakan berbagai metode. Mereka menyatakan ide malalui berbagai cara termasuk jurnal, gambar, laporan, gerafik dan lainnya. Mereka mendengarkan, berbicara dan menuliskan ppeoses dan hasil belajar dengan orang tua, guru, taman dan menggunakan bahasa  yang sesuai dengan disiplin ilmu yang dipelajari.
f.    Siswa mengkritisi cara belajar dengan cara mengenali dan mendiskusikan kekuatan dan kekurangn serta melakukan refleksi bersama guru dan teman.

Jenis Inquiri
Menurut Herron (1971), ada empat tingkatan inquiri. Tingkatan ini didasarkan kepada intensitas belajar yang dialami oleh siswa. Keepat tingkatan dimaksud adalah sebagai berikut:
a.    Confirmation/Verification – siswa menegaskan prinsip melalui kegiatan yang telah ditentukan. Tingkatan ini dilakukan ketika prinsip yang harus dipelajari akan dilanjutkan kemudian di tingkat berikutnya.
b.    Structured Inquiry – siswa melakukan penelitian menggunakan prosedur yang ditentukan guru untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah disediakan.
c.    Guided Inquiry - siswa melakukan penelitian menggunakan prosedur yang dirancang sendiri untuk menjawab pertanyaan yang telah disediakan guru.
d.    Open Inquiry – siswa merumuskan sendiri pertanyaan penelitian dan merancang proseduru sendiri untuk menjawabnya.
Penjelasan di atas dapat dinyatakan dalam tabel What is given to the learner sebagai berikut:
Tingkat Inquiri
Pertanyaan
Prosedur
Hasil
0
X
X
x
1
X
X
-
2
X
-
-
3
-
-
-

DAFTAR PUSTAKA
Atherton J S, Learning and Teaching; Assimilation and Accommodation [On-line] UK: Available: http://www.learningandteaching.info/learning/assimacc.htm Accessed: 22 August 2010.
Instruction Based Learning. 2005. http://www.edutopia.org/modules/PBL/whatpbl.php, 10 Juli 2007.
Blosser, Patricia E. & Helgenson, Stanley L. (1990). Selecting Procedures for Improving the Science Curriculum. Columbus, OH: ERIC Clearinghouse for
Haury, L. David. (1993). Teaching Science Through Inquiry. Columbus, OH: ERIC Clearinghouse for Science, Mathematics, and Environment Education. (ED359048)
Inquiry-Based Science, What Does It Look Like? Connect Magazine. Majalah yang diterbitkan Maret-April 1995.
Instructional Strategy Online http://olc.spsd.sk.ca/de/pd/instr/alpha.html, 12 Juni 2010
Instructional Strategy Online, http://olc.spsd.sk.ca/de/pd/instr/index.html
Joice, Bruce; Well, Marsha and Calhoun, Emily, Models of Teaching,Pearson. Boston: Prantica Hall, 2000.
Lawson,A.E. Science Teaching and The Development of Thinking. California :Wadswort 1995.
National Research Council (NRC). 2000. Inquiry and the national science education standards: A guide for teaching and learning. Washington, DC: National Academy Press.
Randy L. Bell, Lara Smetana, and Ian Binns. Simplifying Inquiry Instruction, The Science Teacher October 2005, p. 30-33. http://www.sxi.sbc.edu/Simplifying_Inquiry_Instruction.pdf.